Jumat, 12 Maret 2010

ANALISIS UNSUR LAHIR PUISI
“DI BAWAH KAKI KEBESARAN-MU” KARYA AOH KARTAHADIMADJA

A. Dasar Analisis
Puisi dalam pengertian lama adalah karangan yang terikat oleh syarat-syarat puisi, seperti korespondensi dan periode (Sugiarta, 1984 : 117). Korespondensi adalah kesepadanan atau perilangan bunyi, irama, atau rima. Periode adalah kumpulan kalimat yang memiliki hubungan batin yang erat, baik eksplisit maupun implisit. Kalimat-kalimat tersebut bisa lepas satu sama lain, tetapi masih membentuk kesatuan dalam melukiskan suasana.
Puisi memiliki unsur lahir dan unsur batin. Unsur lahir puisi seperti rima, majas, tipografi, dan nada. Unsur batin puisi seperti tema, amanat, dan nilai-nilai. Baik unsur lahir, maupun unsur batin akan membangun keutuhan sebuah puisi.
Pada kesempatan ini analisis puisi ditekankan pada penggunaan majas dalam puisi “Di Bawah Kaki Kebesaran-Mu” karya Aoh Kartahadimadja. Majas yang dimaksud adalah metafora. Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat (Keraf, 1987 : 139)

B. Analisis Puisi
1. Teks Puisi
DI BAWAH KAKI KEBESARAN-MU
Karya : Aoh Kartahadimadja
I
Aku lenyap dalam “tiada”
Hanya engkau jua memenuhi ruangan yang tak berufuk
Gerakan yang ada padaku, suara yang keluar dari
rahangku hanya mengenangkan kebesaran-Mu jua, ya
Maha Pencipta
II
Aku sujud di bawah duli kaki-Mu
Rasa yang masih ada padaku bangga akan diri
yang hina ini, Tuhanku, hanyutkan segera
bersama lumpur yang lekat padaku!

Aku rangkaikan kata, aku susun seindah dapat
hanya untuk Engkau semata
Nama-Mu hanya tercapak di Langit-Indah tempat
insan menadahkan harap akan rakhmat yang tak
terbatas.
III
Memercik air mengintan permata, girang agaknya
dipakai bersuci
Berdandan sowka rambut gerangan hinggap
tak terseka
V
Sebagai itu, ya Tuhanku, cahaya-Mu dahulu
menyingsing teram-temaram.
Kasih-Mu jua langit gelap berangsur terang.
Kini alam dicelup cahaya; daun-daunan
melambai perak dalam ayunan hembusan sorga
VI
Intan petaruh-Mu akan kujaga baik-baik, ya Rabbi.
Debu yang hinggap dalam kelalaianku akan kugosok
seberapa dapat, sehingga indah cemerlang kukembalikan
di tangan-Mu kelak.
VII
Kalau yang kulihat indah sudah, betapa besar hasrat
melihat negeri orang yang katanya lebih indah dari
negeriku
Ya, Rabbi, bukan kepalang hsratku demi kudengar
kata-Mu tempat Engkau menyambut tentara-Mu ialah
yang terindah dalam seluruh ciptaan-Mu!
VIII
Licin, gelap, menurun dan mendaki jalan menuju
Engkau.
Akh, mengapa sesusah itu jalan ke tempat Engkau
bertakhta, ya Tuhan segala?
Di manakah Engkau sebentar dekat, sebentar jauh?
Aku rindu ..... Tuhanku. Sinarkanlah pula
cahaya-MU kini!
IX
Layang kencana kudapat di malam sepi.
Betapa sayang Engkau, Tuhanku, idaman lama ’lah
kucari, kini terkembang nyata.
Akan kuukir pualam untuk hiasan Ibu menghadap
Dikau!
X
Kelam udaraku keliling; langit harapan melengkung
hitam.
Hati pedih teriris-iris.
Kuserukan Engkau “Maha Pengampun”.
Tak adalah sungguh Engkau memanggil aku membela
benteng budi, anugerah yang Engkau limpahkan
kepada insani?
XI
Hariku yang ada masih, o, Gantungan segala makhluk,
biarlah suci mengenagkan Dikau senantiasa.
Dari mataku akan terpancar mata air tauhid.
Nafasku kan meng hembuskan ucapan syukur.
Tentram damai di dalam biarpu taufan di luar
hebat dahsyat.
XII
Kalau hendak aku turutkan suara hati aku pun ingin
mengawang ke langit-bintang.
Tetapi taman-Mu kulihat penuh semak belukar. Tak
sampai hatiku, ya Khalik, meninggalkan tanaman
yang Engkau petaruhkan kepada ibuku.
Biarlah aku menjadi tukang kebun-Mu selama-lama .....
Kini siapa yang akan duduk di sampingku
tak menjadi soal lagi.
Hati retak sudah terpulih, darah menetes
sudah kering pula.
Aku sujud di bawah kaki-Mu. Tuhan, dan segala
duka hilang lenyap disapu hembusan-Mu.


2. Analisis Metaforis Puisi
Jika puisi di atas dianalisis berdasarkan penggunakan majas metafora, maka akan didapatkan beberapa kata atau frasa yang menggunakan majas metafora tersebut. Berikut ini beberapa kata atau frasa yang menggunakan majas metafora, yaitu:
a. Ruangan pada baris /Hanya Engkau memenuhi ruangan yang tak berufuk/ tentu maksudnya bukan ruangan dalam arti sebenarnya, Ruangan dalam baris tersebut untuk membandingkan kekuasaan dan tak berufuk maksudnya tak ada batasnya. Engkau, Tuhan, memiliki kekuasaan yang tidak ada batasnya.
b. Baris /Aku sujud di bawah duli kaki-Mu/ juga memiliki metaforis. Kata kaki dalam baris tersebut digunakan untuk membandingkan tempat berpijak. Manusia sebagai makhluk yang ”rendah” di hadapan Tuhan selalu sujud, patuh, dan tunduk kepadan-Nya.
c. Kata lumpur pada baris /bersama lumpur yang lekat padaku/ adalah metafora dosa yang selalu ada pada manusia. Manusia hanya bisa memohon ampun kepada Tuhan untuk menghapus dosa, hanyut segera bersama lumpur yang lekat padaku.
d. Baris /Memercik air mengintan permata/ sebagai metafora wudu adalah sesuatu yang bisa membuat sedap jika dipandang. Berwudu adalah salah satu bersuci. Suci artinya bersih. Sesuatu yang bersih itu sedap dipandang mata.
e. Kata cahaya-Mu dalam baris /..., cahaya-Mu dahulu menyingsing .../ membanding kan petunjuk hidup. Cahaya menerangi orang yang beraktivitas di bumi. Cahaya-Mu adalah petunjuk hidup manusia agar kelak tidak tersesat.
f. Debu adalah metafora dosa kecil. /Debu yang hinggap dalam kekalalianku akan kugosok .../. akan kugosok maksudnya adalah mohon ampunan pada Tuhan.
g. /Licin, gelap, menurun dan mendaki jalan menuju Engkau/ adalah metaforis perjalanan hidup yang penuh cobaan dan rintangan.
h. Baris /benteng budi, anegerah yang Engkau limpahkan kepada insani?/ memiliki metafora pada frase benteng budi. Benteng budi maksudnya adalah pertahanan, berupa iman, dari pengaruh-pengaruh yang tidak baik. Sehingga manusia selalu berbuat kebaikan.

C. Penutup
Analisis puisi ini adalah analisis sederhana. Oleh karena itu, analisis puisi ini masih banyak kekurangan. Selain itu, pengetahuan penulis yang masih kurang juga sebagai pengaruh pada kekurangan analisis puisi ini. Penulis berharap pembaca bersedia memberikan saran dan kritik untuk kesempurnaan analisis puisi.

D. Daftar Pustaka
Keraf, Gorys. 1987. Diksi dan Gaya Bahasa, Komposisi Lanjut I. Jakarta : Gramedia
Natawidjaja, S. Suparman. 1980. Apresiasi Sastra dan Budaya. Jakarta : PT Intermasa

Soegiarta. 1984. Glosaria, Istilah Bahasa dan Sastra. Solo : Intan

0 komentar:

Posting Komentar